Jakarta, 27/3/2011 (KATAKAMI.COM) — Akhirnya Presiden Palestina Mahmoud Abbas menepati ucapannya sendiri yaitu menemui pihak Hamas, rival politik terberat dari kubu Fatah ( yang merupakan kubu dari Presiden Abbas).
Walaupun sebenarnya, pertemuan ini belum merupakan pertemuan antar dua rival politik yang sesungguhnya. Sebab yang dinantikan oleh semua pihak adalah pertemuan antara Presiden Mahmoud Abbas dengan Perdana Menteri Ismail Haniyeh yang bermarkas di Jalur Gaza.
Pertemuan di hari Sabtu (26/3/2011) itu adalah pertemuan antara Abbas dan delegasi parlemen Hamas.
Tapi walaupun ini belum merupakan pertemuan puncak antar kedua pemimpin tertinggi, tetap saja pertemuan tersebut harus disambut baik oleh semua pihak.
Sebab apapun permasalahannya, Presiden Abbas memang harus membuka semua peluang bagi terciptanya persatuan didalam internal Palestina sendiri.
Arah dari pertemuan antara pihak Presiden Abbas dan Hamas adalah mencari peluang bagi koalisi utuh antara Fatah dan Hamas didalam pemerintahan Palestina secara keseluruhan.
Seperti dilansir oleh Kantor Berita Ma’an News Agency pada hari Sabtu ( 26/3/2011), Aziz Dweik — yang merupakan Ketua Legislatif Hamas — mengatakan bahwa pertemuan itu “sangat positif. Kunjungan ini telah menjadi tuntutan rakyat dan harus dijawab,” kata Dweik.
Terutama untuk mengantisipasi rencana kunjungan Presiden Abbas ke Jalur Gaza untuk bertemu PM Ismail Haniyeh.
Jadi, tak lagi terpecah antara Fatah dan Hamas.
Seakan-akan, Palestina terbagi antara 2 negara bagian yaitu West Bank ( Tepi Barat ) dan Gaza Strip ( Jalur Gaza ).
Palestina ya Palestina.
Palestina memang harus menjadi satu kesatuan yang utuh tak terpisahkan.
Solid.
Jangan lagi terpecah dua secara berkepanjangan.
Walaupun kalau mau jujur, niat dari Presiden Abbas membangun “koalisi persatuan” antara Fatah dan Hamas akan sulit diwujudkan dalam panggung politik yang riil.
Tingginya tingkat militansi yang kuat melekat dalam diri Hamas, akan menjadi beban bagi koalisi persatuan itu di kemudian hari.
Dan jika itu sudah menjadi beban politik maka konsekuensinya adalah segala tindak-tanduk Hamas yang kerap kali membuka ruang konfrontasi dengan negara tetangganya yaitu Israel, mau tak mau harus menjadi beban politik bagi Presiden Abbas dan kabinet koalisi persatuan yang diimpikannya.
Abbas memang harus mendapat hormat dan penghargaan yang tinggi.
Ia menunjukkan upaya yang serius untuk melakukan terobosan-terobosan yang sangat penting untuk Palestina.
Abbas memang figur yang kuat dan sangat sentral dalam proses perdamaian ini.
Dia yang terbaik untuk menjadi pemimpin di Palestina selama ini.
Tapi sayang, pertemuan Presiden Abbas dan Hamas di akhir pekan inipun sebenarnya terlaksana di saat suasana masih sangat panas antara Hamas dan Israel.
Terhitung hari Minggu (27/3/2011) ini, Israel Defense Force atau IDF mendapat perintah dari Departemen Pertahanan Israel untuk memasang Sistem Penangkal Roket di daerah BERSYEBA, yang terletak di bagian Selatan Israel yang ditujukan oleh mendeteksi dan menangkal semua roket atau mortar yang dikirimkan terus menerus dari pihak Hamas.
Penempatan sistem pertahanan roket di daerah BERSYEBA ini, masih dalam tahap pengujian selama beberapa minggu mendatang.
Rencana pemasangan sistem pertahanan roket ini, pertama kali dicetuskan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu seusai menerima kunjungan dari Menteri Pertahanan Amerika Serikat yang datang berkunjung ke Israel hari Jumat (25/3/2011) lalu.
Gates berkunjung ke Israel dan Palestina, menjelang memasuki masa pensiunnya sebagai orang nomor satu di Pentagon ),
Seperti yang diberitakan oleh Voice of America pada hari Sabtu ( 26/3/2011), Pemerintah Israel memutuskan akan memasang sistem pertahanan roket yang mahal sebagai tanggapan atas meningkatnya serangan mortir dan roket baru-baru ini ke Israel selatan dari Jalur Gaza yang dikuasai Hamas.
Sistem pencegat yang disebut “Iron Dome” atau Kubah Besi itu mampu menembak jatuh roket-roket yang ditembakkan dalam jarak lima sampai 70 kilometer.
Keputusan Israel itu menyusul janji Perdana Menteri Benjamin Netanyahu hari Jumat bahwa pemerintahnya siap bertindak dengan “kekuatan besar” untuk menghentikan serangan roket dari Gaza.
Puluhan roket dan mortir telah ditembakkan di perbatasan Israel-Gaza dalam seminggu ini. Militer Israel membalas dengan serangan udara, menjadikannya peningkatan kekerasan paling serius sejak berakhirnya Perang Gaza dua tahun lalu.
Ini adalah sinyalemen yang sangat kuat dari Israel bahwa mereka sudah kehilangan kesabaran.
Bisa dispekulasikan bahwa pemasangan sistem penangkal roket itu hanya sebagian kecil dari serangkaian panjang tindakan-tindakan yang sangat sistematis dari pihak militer Israel untuk mengantisipasi semua bentuk ancaman pada wilayah terorial mereka.
Dan seiring dengan terlaksananya pertemuan antara Presiden Abbas dengan Hamas, tercetus juga keinginan dari Hamas untuk melakukan gencatan senjata dengan Israel.
Jadi ternyata, atmosfir perang tak hanya terjadi di Libya.
Gejala awal dari peperangan baru antara Israel dan Hamas sudah mulai tampak jelas di mata dunia.
Hamas juga meminta perhatian dari Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations) untuk secara serius melindungi kalangan sipil di Jalur Gaza dari ancaman serangan militer Israel.
Pertanyaannya, jika Hamas meminta perlindungan dari PBB, maka bukankah hal yang sama juga bisa diminta oleh pihak Israel kepada PBB ?
Sama saja, Israel juga mendapat serangan militer dari Hamas.
Tak cuma sekedar gertak sambal, tindakan provokasi yang berbentuk kriminalitas yang sangat serius dan aksi teror bom juga sudah dialami oleh Israel dalam 2 pekan terakhir.
Pembunuhan terhadap satu keluarga keturunan Yahudi di kawasan Itamar ( Nablus) dan serangan bom di sebuah halte bis di Yerusalem.
Begitu juga serangan balasan dari Israel, sedang terus dilakukan ( dengan dilengkapi oleh pemasangan sistem penangkal roket ).
Kembali pada masalah tawaran Hamas untuk melakukan gencatan senjata dengan Israel.
Satu hal yang harus diingat oleh Hamas bahwa memanasnya situasi terakhir selama 2 pekan terakhir ini bukan sekedar kontak senjata antara sayap militer Hamas dengan pihak militer Israel.
Pembunuhan yang terjadi di Itamar ( Itamar Killings), tak menggunakan senjata api yang canggih. Sebab pembunuhan itu terjadi dengan menggunakan senjata konvensional yaitu senjata tajam berupa pisau untuk menikami secara sadis sepasang suami isteri dan 3 orang anak Yahudi.
Tak ada senjata api disitu.
Tak ada bom.
Tak ada misil.
Sangat konvensional !
Cukup dengan menggunakan pisau, satu keluarga Yahudi mati dibunuh secara sadis.
Disinilah permasalahan yang sebenarnya !
Lalu, masuk pada serangan bom yang meledakkan sebuah halte bis di Yerusalem beberapa hari lalu.
Itu menewaskan satu warga asing yaitu seorang perempuan misionaris berkewarganegaraan Skotlandia.
Posisi Israel menjadi diatas angin terkait serangan bom di Yerusalem.
Sebab PBB dan komunitas internasional mau tak mau harus mengutuk serangan bom di Yerusalem beberapa hari lalu.
Disaat Hamas meminta PBB melindungi warga sipil di Jalur Gaza, faktanya warga sipil ( termasuk warga asing yang bergerak di bidang keagamaan ) jadi korban aksi teror bom.
Tetapi kalau mau jujur, serangan bom di Yerusalem itu BELUM TENTU juga merupakan perbuatan dari Hamas.
Sebab sampai ini, belum ada bukti bahwa ledakan bom itu hasil perbuatan Hamas.
Barangkali, patut dapat diduga ada PIHAK KETIGA yang ingin mengadu-domba dan lebih memperparah situasi ( dan konfrontasi ? ) antara Israel dan Hamas.
Sebab kalau dilihat dari rangkaian serangan mortar dari Hamas yang terjadi selama ini kepada Israel, biasanya mereka akan mengincar dan melakukan serangan-serangan mortar / roket ke wilayah perbatasan.
Sangat jarang bisa menembus masuk sampai ke dalam arah wilayah Israel.
Jadi, waspadailah juga PIHAK KETIGA.
Sebenarnya kalau mau jujur, tak akan mungkin Hamas bisa lalu lalang didalam wilayah Israel.
Diluar pihak Israel sendiri, yang bisa masuk ke dalam wilayah Israel adalah wisatawan dan kalangan perwakilan diplomatik yang memang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Sehingga, ada kemungkinan PIHAK KETIGA yang menciptakan provokasi untuk memperburuk dan memperparah situasi antara ISRAEL dan PALESTINA.
Tetapi dugaan tentang keterlibatan HAMAS dibalik aksi teror bom di hal bis Yerusalem baru-baru ini, tetap harus terbuka lebar karena selama ini yang patut dapat diduga sangat agresif melakukan berbagai serangan ke Israel adalah PIHAK HAMAS.
Tapi ya, sekali lagi, tudingan tidak bisa begitu saja diarahkan kepada PIHAK HAMAS.
Untuk menghajar Israel yang dianggap sangat “tak bisa diatur” oleh kekuatan asing manapun, bisa dispekulasikan bahwa satu-satunya cara yang dianggap paling ampuh adalah memaksa Israel untuk emosi.
Lalu menyerang balik secara sangat amat keras ( dan brutal ) ke pihak Hamas.
Karakter Israel yang sangat tak bisa diusik sedikitpun untuk urusan keamanan, menjadi salah satu yang barangkali menjadi pertimbangan.
Bagaimana caranya agar Israel terpancing untuk marah ?
Bagaimana caranya agar Israel menyerang dengan kekuatan militer yang sangat besar dan kuat ke arah sipil di Gaza ?
Bagaimana caranya agar setelah serangan militer yang spektakuler itu, akan sangat banyak kalangan sipil di Gaza yang mati sia-sia ?
Jika semua itu sudah terjadi, jangan heran misalnya ada negara tertentu yang meminta agar Dewan Keamanan PBB mengadakan sidang darurat.
Dan kalau perlu mengeluarkan Resolusi ( yang ke sekian kalinya ) untuk Israel.
Inilah yang harus sangat diingat oleh Israel, kendalikan semua situasi dan perangkat militer dalam menyikapi perkembangan situasi dan keamanan antara Israel dan Hamas.
Jadi, kalau Hamas menawarkan gencatan senjata, satu hal yang harus dipertanyakan, sebenarnya kapankah peperangan itu dimulai ?
Apakah memang peperangan terbaru ini yang memang didahului oleh pihak Israel ?
Apakah situasi yang sangat buruk akhir-akhir ini merupakan inisiatif dari pihak Israel ?
Apakah pembunuhan brutal di Itamar ( Itamar Killings ) memang merupakan bagian dari peperangan antar kekuatan militer ?
Sebab, jika menggunakan kata GENCATAN SENJATA maka dalam bayangan setiap orang adalah situasi perang yang sangat tak terkendali.
Tawaran gencatan senjata dari Hamas kepada Israel, memang harus direspon oleh pihak Israel.
Israel, apa jawabanmu ?
Jawablah tawaran gencatan senjata dari pihak Hamas …
Semua pihak menginginkan agar situasi politik dan keamanan di Israel dan Palestina, sama-sama aman, kondusif dan terkendali.
Jangan ada lagi anarkisme.
Jangan ada lagi brutalisme.
Jangan ada lagi kriminalisme.
Jangan ada lagi terorisme.
Mahmoud Abbas menemui Hamas. Hamas tawarkan gencatan senjata pada Israel.
Israel, ( sekali lagi kalian ditanya ), apa jawabanmu terhadap tawaran gencatan senjata itu ?
Kalau dari perkiraan akal sehat maka tawaran ini akan ditampik oleh Israel.
Sebab Israel memang sudah sangat marah karena warganya dibunuh dan keamanan di dalam negeri mereka juga terancam terus menerus.
Tapi, pikirkanlah kepentingan yang lebih besar, daripada hanya sekedar marah dan marah, sebagai wujud dari rasa geram yang berkepanjangan.
Biarkan PBB dan komunitas internasional melihat serta menilai, apakah betul brutalitas yang berisi seribu satu macam tindakan anarkisme itu, hanyalah melulu didominasi oleh pihak Israel semata ?
Jawablah Israel, jawablah (rencana) tawaran Hamas untuk gencatan senjata.
Jawablah dengan bahasa diplomatik yang terukur dan terarah, fokus pada itikat baik dan keseriusan melanjutkan peta jalan menuju perdamaian yang sesungguhnya antara Israel dan Palestina.
Dahulukan kepentingan yang lebih besar yaitu menyelamatkan dan melanjutkan proses damai antara Israel dan Palestina.
Jangan menjawab dengan kekuatan militer yang sangat besar dan kuat untuk menggempur Jalur Gaza !
Jangan, sekali lagi jangan !
Sebab itu akan sangat membahayakan kalangan sipil tak bersenjata ( dan disinilah letak keberuntungan Hamas, bahwa mereka berada diantara kalangan sipil tak bersenjata di Jalur Gaza tetapi dari Jalur Gaza mereka bisa melempari Israel dengan sedemikian banyak roket dan mortar ).
Baik Israel, maupun Palestina, harus sama-sama bersedia memberikan pengakuan atas keberadaan dari negara tetangga mereka masing-masing.
Israel mengakui bahwa Palestina adalah sebuah negara yang berdaulat.
Dan Palestina juga mengakui bahwa Israel adalah sebuah negara yang berdaulat.
Mungkinkah ini terjadi ?
Dunia menunggu jawaban dari Israel dan Palestina …
Sudah terlalu lama komunitas internasional menunggu perdamaian itu tercapai, sehingga memang perlu bagi semua pihak untuk berperan serta membukakan jalan yang selebar-lebarnya bagi Palestina untuk memproklamirkan diri mereka sebagai sebuah negara.
Tak ada alasan untuk tidak mendukung berdirinya Negara Palestina.
Sudah sangat lama mereka menunggu kesempatan itu terjadi.
Tetapi hendaklah agenda yang sangat penting terkait berdirinya Negara Palestina ini, tak perlu sampai harus mengorbankan banyak hal. Dan tak perlu menistakan atau mendorong-dorong Israel agar mereka masuk dalam perangkap permainan yang bertujuan menciptakan perang baru.
Jadi, untuk yang ke sekian kalinya, Hamas dan Israel sama-sama dihimbau untuk menahan diri dan tidak terus menerus saling serang antar kekuatan militer.
Dan kalau mau jujur, tak dibutuhkan istilah gencatan senjata dalam konteks Israel dan Hamas.
Yang dibutuhkan disini adalah kesadaran dan kemampuan dari masing-masing pihak untuk saling menghormati dan saling menghargai.
Jangan menyerang, jika tidak ingin diserang.
Dan jangan lakukan, apa yang kita tidak ingin agar orang lain melakukan hal itu kepada diri kita.
(MS)