Dokumentasi Foto : President Rusia Dmitry Medvedev bersalam dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang datang berkunjung ke Rusia, 15 Februari 2010. ( LIFE.COM)
Jakarta, 23 Maret 2011 (KATAKAMI.COM) Setelah menerima kunjungan dari Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada hari Selasa ( 22/3/2011), Presiden Rusia Dmitry Medvedev dijadwalkan akan menerima juga kunjungan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Tentu selain bertemu dengan Medvedev, Netanyahu juga akan bertemu dengan Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin.
Kunjungan Netanyahu ke Rusia, cukup menarik untuk dicermati secara khusus.
Pertama karena Rusia adalah satu satu mata rantai yang penting dalam Kelompok Kwartet yang selama ini sangat keras mengkritik berbagai isu yang mencuat dalam proses perdamaian antara Israel dan Palestina.
Bersama dengan Amerika, Inggris dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN), Rusia termasuk yang sangat tegas menolak rencana pembangunan perumahan bagi warga Israel di Tepi Barat.
Israel juga sangat mengkuatirkan penjualan misil dari Rusia ke Syria.
Lalu, berbeda dengan Israel yang tak akan pernah bisa “berdamai” dengan Iran, Rusia justru bisa menjalin hubungan yang stabil dan baik dengan Iran.
Tahun 2010 lalu, sehari setelah kunjungan PM Netanyahu ke Rusia, Moscow mengumumkan penundaan pengiriman rudal pertahanan udara S 300 ke Iran.
Israel memang begitu gigih mengajak semua pihak untuk secara tegas memberikan sanksi kepada Iran.
Sehingga bisa dispekulasikan bahwa agenda pembicaraan yang akan dibahas dalam kunjungan PM Netanyahu ke Rusia, tidak akan jauh dari kekuatiran ( dan keinginan Israel ) agar Rusia tidak mengizinkan terjadinya transaksi pembelian misil dari pihak Syria kepada Rusia.
Lalu tentang pentingnya Rusia ikut menekan Iran terkait proyek nuklir dan hal ihwal tentang pembangunan perumahan Israel di kawasan Tepi Barat yang sangat kontroversial.
Dan khusus soal Iran, PM Netanyahu harus bisa lebih bijaksana bahwa dalam menyelesaikan masalah nuklir Iran pendekatannya jangan difokuskan pada pendekatan keamanan.
Tidak dibutuhkan sanksi-sanksi lain ( bahkan aksi militer ) ke Iran. Sebab pendekatan keamanan terhadap sebuah negara, hanya akan memperburuk dan memperparah situasi yang ada.
Dokumentasi foto : Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (Kiri) berjabatan tangan dengan Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin. Pertemuan yang terakhir dari kedua perdana menteri ini adalah tanggal 16 Februari 2011, saat PM Netanyahu berkunjung ke Rusia. Mereka akan bertemu kembali dalam kunjungan PM Netanyahu ke Rusia pada pekan ini.
Israeli Prime Minister Benjamin Netanyahu skeptical on Palestinian unity deal
Bibi ( panggilan Netanyahu ) memang seakan memperjelas dan mempertegas kepada dunia bahwa Israel memang tidak sungkan-sungkan untuk menyatakan diri sebagai musuh paling berat dari Iran.
Bibi seakan tak berhenti mengkampanyekan kepada dunia tentang perlunya komunitas internasional menekan Iran untuk menggagalkan proyek nuklir Iran yang dikuatirkan akan dapat mengancam keselamatan dunia ( jika Iran dibiarkan menjadi sebuah negara yang sangat canggih kekuatan nuklirnya ).
Hal yang tak lazim juga dilakukan oleh Bibi menjelang kunjungannya ke Rusia.
Ia memberikan wawancara eksklusif kepada media televisi Amerika yaitu CNN untuk menanyakan begitu banyak hal yang sangat penting ( sehingga akibat terlalu melebarnya wawancara yang tidak fokus tersebut, CNN seakan kehilangan peluang untuk mengorek hal=hal yang penting dari kebijakan-kebijakan Israel menyangkut proses perdamaian dengan Palestina ).
Mengapa wawancara itu disebut tak lazim ?
Ya, karena negara yang akan dikunjungi oleh Bibi adalah Rusia.
Tetapi ia memilih media raksasa dari Amerika sebagai media yang dapat menjadi mercu suar bagi berbagai pemikirannya yang sangat tegas tentang Iran, Libya dan proses bersatunya dua kelompok paling penting di Palestina yaitu Fatah dan Hamas.
Bibi menyampaikan dalam wawancara itu bahwa rencana dari Presiden Mahmoud Abbas untuk merangkul Hamas dalam sistem pemerintahan di Palestina adalah sesuatu hal yang akan dapat menggagalkan perdamaian antara Israel dan Palestina.
Bibi mengingatkan bahwa Fatah ( dalam hal ini Mahmoud Abbas ) harus memilih antara 2 pilihan yang sulit.
Mau memilih berdamai dengan Israel, atau bersatu dengan Hamas ?
Bagaimana mungkin Mahmoud Abbas diminta untuk memilih secara hitam putih seperti itu ?
Dokumentasi foto : Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Tentu saja Mahmoud Abbas harus tetap melanjutkan proses damai dengan Israel ( sebab komunitas internasional mengawasi betul setiap perkembangan mengenai proses perdamaian ini ).
Tetapi sesungguhnya yang harus dimengerti oleh Israel, Mahmoud Abbas juga harus membuka terobosan dalam merangkul Hamas agar tidak terus menerus terjadi perpecahan didalam internal Palestina sendiri.
Tak mungkin Mahmoud Abbas diminta memilih seperti itu, ” Anda memilih kami ( Israel ), atau memilih mereka ( Hamas ) ?”.
Sebab sesungguhnya, Mahmoud Abbas ( atas nama Fatah ) memerlukan keduanya.
Perdamaian dengan Israel diperlukan.
Persatuan dengan Hamas juga diperlukan.
Sebab Hamas memang salah satu komponen politik yang harus secara tegas diakui eksistensinya.
Mereka bukan elemen yang datang dari unsur halusinasi.
Hamas adalah sebuah kekuatan politik yang nyata dan terbukti bisa menguasai wilayah Jalur Gaza.
Hanya sayangnya, Hamas tak bisa menyelaraskan antara keberadaan mereka sebagai kekuatan politik riil di Palestina, dengan tingginya tingkat militansi mereka yang tak lepas dari semua unsur persenjataan.
Hamas seakan menjadi jagoan yang bisa kapan saja melemparkan mortar-mortar ke wilayah Israel.
Hamas seakan menjadi jagoan yang bisa sewaktu-waktu melakukan tindakan radikal apa saja yang mengancam keselamatan Israel dan warganya.
Inilah Keluarga FOGEL yang dibunuh secara brutal di Itamar, Nablus : Sang ayah UDI FOGEL (36 tahun), isterinya Ruth ( 35 tahun) dan ketiga anak mereka : Yoav ( 11 tahun), Elad ( 4 tahun ) dan Hadas ( 3 bulan ). Mereka dibunuh secara brutal tanggal 11 Maret 2011.
Kerasnya perlawanan dan balasan dari Israel selama hampir dua minggu terakhir ini ke arah Gaza, juga berawal dari provokasi Hamas atas tragedi pembunuhan di Itamar.
Kasus pembunuhan Itamar ( Itamar Killings) adalah tragedi penyerangan terhadap sebuah Keluarga UDI FOGEL dar iketurunan Yahudi di permukiman Israel di kawasan Itamar di Tepi Barat.
Pembunuhan sadis ini terjadi pada Jumat malam, 11 Maret 2011, di mana akibat pembunuhan itu lima anggota keluarga mati ditikam sampai mati di tempat tidur mereka.
Satu keluarga mati dibunuh secara brutal.
Ada dua anak lain yang juga di rumah tetapi mereka tidak celaka.
Pembunuhan itu bisa ditemukan saat anak perempuan tertua dalam keluarga itu (Tamar) tiba di rumahnya.
Pembunuhan ini dikecam oleh Perserikatan Bangsa Bangsa dan komunitas internasional lainnya.
Israel juga memberi sinyal kemarahan yang seakan hendak memberitahukan kepada Hamas khususnya secara terang-terangan ( dan memberitahukan kepada pihak manapun juga ) bahwa Israel sangat murka atas pembunuhan di Itamar.
Satu persatu muncul “balasan” dari Israel.
Dari mulai mengizinkan rencana pembangunan sekitar ratusan perumahan baru di Tepi Barat, sampai ke prosesi balas membalas serangan militer antara Israel dan Hamas.
Eskalasi keamanan menjadi sangat meningkat tajam sejak tragedi pembunuhan Keluarga Fogel.
Sampai akhirnya militer Israel ikut juga menembaki warga sipil Palestina.
Perserikatan Bangsa Bangsa mengecam tindakan brutal Israel yang mengakibatkan jatuhnya korban sipil dari serangan militer Israel (IDF) di kawsan Jalur Gaza pada hari Selasa 22 Maret 2011.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu
Ini memang menjadi dilema bagi Mahmoud Abbas.
Di saat ia menawarkan persatuan dengan Hamas, di saat itu jugalah Hamas terus menerus menantang Israel untuk terlibat dalam konfrontasi militer secara nyata.
Bagaimana Israel bisa berdiam diri jika ternyata elemen Hamas ada didalam kepresidenan atau kabinet Palestina, sementara di lapangan wilayah teritorial Israel terus menerus mendapat “sapaan” Hamas lewat ledakan-ledakan mortar.
Pertanyaannya, apakah ada negara lain didunia ini yang akan berdiam diri dan mau mempersilahkan pihak asing untuk menganggu stabilitas keamanan negara mereka secara nyata ?
Apakah itu Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika, atau negara mana saja, yang secara langsung dan tidak langsung mendukung keberadaan Hamas, apakah anda mau kalau negara anda dikirimi mortar-mortar yang membahayakan ?
Artinya, setiap saat warga negara anda mendapat ancaman fisik secara nyata akibat ancaman keamanan itu.
Dengan memahami latar belakang tentang adanya gangguan pada stabilitas keamanan di Israel, barangkali semua pihak bisa mencoba memhami mengapa Perdana Menteri Netanyahu sangat amat keras memberikan peringatan atau balasan kepada Hamas.
Sebagai pemimpin, ia diwajibkan untuk melindungi bangsa, negara dan rakyatnya.
Netanyahu akan dipersalahkan oleh rakyatnya jika ia dianggap gagal melindungi rakyatnya sendiri.
Sehingga, setiap bentuk ancaman dan gangguan keamanan, sudah pasti akan sangat direspon oleh Netanyahu.
Presiden Rusia Dmitry Medvedev dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas berjabatan tangan dalam pertemuan mereka di kediamanan kepresidenan Rusia di wilayah Gorki, Rusia, tanggal 22 Maret 2011. Setelah bertemu dengan Presiden Mahmoud Abbas, Presiden Medvedev juga akan bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu
Kunjungan Netanyahu ke Rusia, janganlah menjadi sia-sia.
Baik Israel ataupun Rusia, harus sama-sama menyadari bahwa kedua negara ini memang memiliki kemampuan dan pengaruh masing-masing yang dapat disinergikan menjadi kerjasama dan relasi yang saling menguntungkan.
Rusia juga harus mengingat bahwa Israel sudah terlalu sering dan sudah terlalu banyak mendapatkan begitu banyak tekanan internasional.
Sehingga untuk bisa menjalin dialog yang konstruktif maka cara pendekatan yang harus dilakukan kepada Israel haruslah pendekatan yang dibuat “agak berbeda” dari pendekatan standar yang selama ini selalu ditujukan kepada Israel.
Pendekatan yang melulu hanya berisi dengan tekanan, hujatan, kutukan dan segala sesuatu yang berbentuk sinisme ( ini seakan sudah menjadi santapan harian Israel dari komunitas internasional ).
Ajaklah Israel bicara dengan pendekatan yang lebih baik.
Dan Bibi tak boleh meninggalkan “bom waktu” di negaranya, sepanjang ia melakukan kunjungan ke mancanegara.
Artinya, situasi keamanan di perbatasan Israel dan Gaza harus terkendali.
Kendali itu sepenuhnya ada di tangan para pemimpin dari masing-masing pihak yaitu Israel dan Hamas.
Jangan hanya menyalahkan dan terus menerus mengutuki Israel.
Segala sesuatu memiliki unsur sebab dan akibat.
Kepala Staf Angkatan Darat Israel, Letnan Jenderal Benny Gantz (nomor 4 dari kanan) melakukan kunjungan mendadak untuk meninjau lokasi yang mendapat serangan mortar dari Hamas di perbatasan antara Israel dan Gaza tanggal 19 Maret 2011 lalu.
Tentu serangan demi serangan dari Israel ini mempunya latar belakang dan alasannya.
Artinya, janganlah lagi Hamas melakukan berbagai provokasi yang secara nyata mengancam keselamatan dari warga Israel. Jangan ada tragedi-tragedi berdarah lainnya. Jangan ada mortar-mortar yang bisa seenaknya mendarat di wilayah Israel.
Ini yang terus menerus terjadi !
Apakah dianggap bahwa Israel adalah bangsa dungu yang harus diam tak bergeming bagaikan kerbau yang dicucuk hidungnya, jika seandainya wilayah mereka mendapat serangan-serangan mortar ?
Balas membalas, tak akan pernah berakhir kalau dari masing-masing pihak tak bisa mengendalikan diri.
Jika tak ingin diserang, janganlah menyerang.
Janganlah melakukan kepada orang lain, apa yang kita tidak ingin agar orang lain melakukan hal itu kepada diri kita.
Perdana Menteri Netanyahu bersiap “terbang” ke Rusia.
Ia harus memberikan jaminan kepada komunitas internasional bahwa Israel akan bisa mengendalikan diri.
Jadi, lihatlah semua permasalahan dalam kerangka yang utuh dan menyeluruh. Faktor pemicu dari bentrok yang berkepanjangan ini, bukan pada Israel. Mereka hanya memberikan respon. Seakan nyawa harus dibayar dengan nyawa. Barangkali tragedi pembunuhan ini juga dianggap sebagai tantangan yang serius dari Hamas.
Tapi, sekali lagi, situasi yang sudah sangat menyeramkan dan mengkuatirkan ini harus dihentikan.
Jadi, ketika Netanyahu memang harus berkunjung ke Rusia, aksi balas membalas antara Israel dan Hamas harus segera berujung.
Eskalasi keamanan antara Israel dan Hamas jangan lagi dibiarkan semakin meningkat tajam.
Harus dituntaskan.
Harus dihentikan.
Harus diakhiri.
Dan yang bisa melakukan itu adalah Presiden Shimon Peres dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Sudahi semua aksi serang menyerang dan balas membalas ini secara cepat dan tepat.
Jangan lagi ada korban sipil yang berjatuhan.
Demi perdamaian yang sedang diupayakan semua pihak terhadap Israel dan Palestina, maka apapun juga yang bisa menjadi batu penghalang harus disingkirkan.
Damai, berdamailah, sebab itu yang sungguh diharapkan oleh semua pihak.
(MS)
0.000000
0.000000